Senin, 04 April 2016

Bagaikan Pelangi Setelah Hujan

Bagaikan Pelangi Setelah Hujan

Bagaikan Pelangi Setelah Hujan

Sore hari, ketika aku pulang dari mengajar les, aku melihat sebuah perjuangan hidup seorang bapak tua yang mendorong gerobak dagangannya yang berisi jagung rebus. Aku terus melihat bapak itu merapikan jagung-jagung rebusnya yang sudah masak. Tetes peluh bapak itu pun terlihat. Taukah sobat, apa yang aku bayangkan? Aku membayangkan jika bapak itu adalah papa ku. Mendorong kesana kemari gerobak dagangannya demi mencari rezeki untuk anak dan istrinya.
Sekejap bayangan itu membuat ku sedih, betapa besarnya semangat bapak tersebut untuk membahagiakan keluarganya. Di tengah lamunan ku ini, tak terasa gerimis datang dan kini semakin deras menjadi hujan besar yang menerpa tubuh ku, sehingga aku menjadi basah kuyup. Aku mencari tempat berteduh di sebuah halaman toko milik orang lain. Aku melihat bapak tadi sedang terburu-buru mendorong gerobaknya untuk dapat berteduh. Kini bapak itu berteduh tepat di samping ku. Ku lihat kembali tubuh bapak tersebut yang sudah tua dan keriput. Ku lirik jagung-jagung yang masih menggunung di gerobaknya. Ya Tuhan, aku tau hujan ini adalah rezeki dari mu, namun berilah petunjuk mu agar bapak ini bisa mencari rezekinya. Ya Tuhan bantulah bapak ini ya Tuhan.
Tidak berapa lama kemudian bapak itu melirik ku yang kedinginan karena derasnya hujan, lalu bertanya kepada ku, “Rumah mu dimana nak?”. Aku pun menjawab, “Di jalan Sukadamai pak.” “Wah, masih cukup jauh ya nak, ya sudah ini ada jagung rebus untukmu, ambillah.” Aku pun menjawab, “Tidak usah pak, terimakasih.” “Ambil saja, ini gratis kok untuk mu”, balas bapak tersebut sambil tersenyum kepada ku. Akhirnya aku terima pemberiannya. “Terimakasih pak, semoga rezeki bapak lancar hari ini, meskipun cuaca tidak mendukung.” “Amin, hujan kan rezeki dari Allah nak, jadi disyukuri saja,” jawab bapak tersebut dengan senyumannya.
Sambil memakan jagung yang bapak tersebut berikan, kami berbincang-bincang mengenai kehidupan bapak tersebut. Sungguh terharu aku dengan ceritanya. Ia mempunyai sepasang anak, anak perempuannya si sulung sudah menikah dan ikut dengan suaminya, dan anak laki-lakinya si bungsu yang kini masih duduk di bangku SMP kelas 3. Istri bapak hanya seorang ibu rumah tangga yang membantu bapak mencari uang dengan menjadi tukang cuci di rumah orang. Penghasilan si ibu pun tak seberapa untuk kebutuhan hidup sehari-harinya. Bapak tidak memiliki sanak saudara di rantau ini. Tapi, taukah sobat? Bapak tidak pernah mengeluh dengan hidupnya yang serba susah. Tinggal di gubuk tua yang sudah reot. Bapak mengaku bersyukur bahwa Tuhan masih sayang kepadanya. Bapak itu menasihati ku, “Nak, semiskin-miskinnya kita jangan sampai kita miskin hati, miskin amal dan miskin ilmu. Kamu harus bersyukur, disekolahkan untuk memperkaya ilmu mu. Gunakanlah ilmu itu sebaik-baiknya agar kelak kamu menjadi anak yang berguna. Dunia ini adalah ladang amal. Jangan seperti nasib bapak ini. Bapak hanya tamat SD kelas 4. Jadi bapak mencari rezeki hanya mengandalkan tenaga dan kemampuan bapak yang bapak punya. Bapak sudah pernah menjual sate, barang-barang plastik, menjual kue putu, bahkan menjadi tukang sol sepatu dan pemulung pun bapak pernah nak. Tapi inilah hidup, rezeki harus dicari dengan ikhlas. Ingat nak pengorbanan orangtua mu untuk masa depan mu.” Nasehat bapak tersebut ku balas dengan sebuah senyuman dimana dalam hati ku, aku terharu.
Kini hujan sudah mulai reda. Ternyata hujan tadi membuka rezeki untuk bapak. Banyak orang membeli jagung bapak yang dijualnya murah hanya Rp.2000,00 saja. Jagung rebus yang disajikan hangat-hangat begini memang cocok untuk suasana dingin setelah hujan. Alhamdulilah ya Allah, engkau buka kan pintu rezeki untuk bapak ini. Aku melihat wajah bahagia bapak lewat senyum kecil ramahnya yang ia lemparkan untuk para pembeli. Kesabaran dan keikhlasan bapak berbuah manis dari Allah. Hujan boleh saja deras, namun yakinlah setelah itu akan muncul pelangi yang indah.
Aku pun melanjutkan perjalanan pulang dengan berpamitan kepada bapak. “Pak saya pulang dulu ya, sudah hampir magrib. Duluan ya pak. Assalamu’alaikum.” Bapak pun menjawab, “Wa’alaikumsalam. Ya nak, hati-hati ya.” Di tengah perjalanan aku berfikir, betapa besar semangat bapak itu untuk mengais rezeki dari Allah. Pikiran ku pun melayang. Aku teringat papa dan mama ku. Papa yang pergi kerja pagi pulang sore tak pernah mengeluh dengan pekerjaannya yang penat. Hujan, panas teriknya matahari tak meruntuhkan semangatnya bekerja demi anak dan istrinya tercinta. Dari kisah ini aku mendapat sebuah pembelajaran baru. Sebagai anak aku harus lebih giat lagi belajar. Aku harus menyenangkan hati orangtua ku dengan prestasi yang ku miliki. Setiap tetes peluh keringat mereka takkan bisa aku gantikan. Setiap pengorbanan yang mereka berikan untuk anaknya tak pernah terbalaskan. Papa, mama aku ucapkan terimakasih atas semua yang telah engkau berikan untuk ku. Dan sore ini, aku dapatkan motivasi dari bapak penjual jagung rebus. Motivasi yang membuat ku bangkit dan semangat menjalani hidup ini.
Owner Blog
Didik Sugiarto
Load disqus comments
Comments
0 Comments

0 komentar