Tampilkan postingan dengan label Artikel/Ramadhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel/Ramadhan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 28 Juni 2016

Rahasia Malam Lailatul Qadar

webdidiksugiarto.blogspot.com Salah satu malam istimewa di bulan Ramadan adalah malam lailatul qadar. Sebuah malam ketika Alquran sebagai sebuah kitab suci pamungkas yang diwahyukan kepada nabi pamungkas, pertama kali diturunkan ke langit dunia. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah SWT:

Sesungguhnya telah Aku turunkan (al-Quran) pada malam lailatul qadar. Tahukah kamu apa malam lailatul qadar itu? Yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam tersebut turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar. (QS: al-Qadar, 1-4).

Ayat di atas memberikan penjelasan secara tegas bahwa malam lailatur qadar adalah sebuah malam yang sangat istimewa. Salah satu maksud atau tujuan diutamakannya malam tersebut antara lain adalah juga untuk memuliakan waktu dan tempat diturunkannya Alquran. Dan lailatul qadar tidak hanya terjadi sekali pada masa diturunkannya ayat ini.

Sebagaimana dikatakan oleh mayoritas ulama, malam lailatul qadar terus terjadi di setiap tahun di bulan Ramadan. Tidak sebagaimana pendapatnya Imam Khalil yang mengatakan lailatul qadar hanya satu kali dan tidak akan terulang kembali.

Oleh sebab itu, tidaklah musykil bila umat Islam dalam setiap bulan Ramadan berlomba-lomba untuk mendapatkan malam yang penuh berkah itu. Sebagian ulama mencoba membuat kaidah atau cara untuk mengetahui malam lailatul qadar.

Salah satunya adalah hujjatul Islam Imam al-Ghazali (W.505 H). Menurut beliau, malam lailatul qadar bisa diketahui dengan melihat hari awal mula (tanggal pertama) bulan puasa. Kemudian beliau merumuskannya demikian:

Jika hari atau malam pertama bulan Ramadan jatuh pada malam Ahad atau Rabu, maka lailatul qadar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadan
Jika hari atau malam pertama jatuh pada Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadan
Jika hari atau malam pertama jatuh pada Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 25 Ramadan
Jika hari atau malam pertama jatuh pada malam Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 23 Ramadan
Jika hari atau malam pertama jatuh pada Selasa atau Jumat maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 27 Ramadan.

Rumusan yang dikemukakan oleh sejumlah ulama termasuk Imam al-Ghazali di atas berdasarkan pengalaman pribadi masing-masing yang bertujuan untuk memudahkan orang-orang awam untuk menemukan malam lailatul qadar.

Hal itu berbeda dengan para sufi. Abu Thalib al-Makki misalnya, ia mengatakan bahwa bagi seorang 'arif (orang yang telah mencapai tahapan makrifat kepada Allah) setiap malam (di sepanjang tahun) adalah malam lailatul qadar.

Hikmah Malam Lailatul Qadar

Pertanyaannya, kenapa malam lailatul qadar tidak dijelaskan secara pasti kapan terjadinya? Menjawab pertanyaan tersebut, Imam Fakhr ar-Razi dalam tafsir monumentalnya, Tafsir Mafatih al-Ghaib atau yang lebih terkenal dengan Tafsir al-Kabir, menjelaskan hikmah tersembunyinya malam lailatul qadar. Ar-Razi berkata:

"Allah merahasiakan jatuhnya malam lailatul qadar sebagaimana Dia merahasiakan perkara-perkara lainnya (seperti rejeki, kelahiran dan kematian) antara lain adalah bahwa Dia merahasiakan ridanya atas ketaatan kaum muslim agar mereka istikamah beribadah dalam sebulan penuh untuk mendapatkan malam yang keutamaannya melebihi seribu bulan. Allah juga menyembunyikan waktu-waktu dikabulkannya doa agar hamba-Nya tidak berhenti berdoa."

Idris Mas'udi, Islami.co
Read more

Percakapan Rasulullah S.A.W dengan pasangan yang bercinta saat Ramadan

webdidiksugiarto.blogspot.com Syahdan, menghadaplah seorang pria muslim di hadapan Rasulullah. Sambil bersimpuh dia berkata, "Celakalah diriku, wahai Rasulullah."

"Apa yang menyebabkan dirimu celaka?" tanya Rasulullah.

Sambil tergopoh-gopoh, si pria lalu berkata, "Aku telah berhubungan dengan istriku di siang hari, di bulan Ramadan."

Rasulullah menatap pria itu, lalu bertanya, "Apakah engkau mampu membebaskan seorang budak?"

Pria itu pun menjawab, "Jangankan membebaskan seorang budak wahai Rasul, sedangkan diriku sendiri saja tak jadi budak pun itu sudah sungguh beruntung."

Rasulullah berdiam sejenak, "Bagaimana jika engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Mampukah engkau melakukannya?"

Pria itu diam sejenak.

"Wahai Rasul, tidakkah engkau lihat badan hamba sudah kurus kering begini? Bagaimana mungkin badan hamba yang renta ini mampu melakukan puasa selama itu dan bahkan diharuskan berturut-turut pula?"

"Kalau begitu berilah makan sebanyak 60 orang miskin. Engkau sanggup bukan?"

"Wahai Rasul sang penyejuk dunia, bahkan untuk memberi makan diriku sendiri dan keluargaku pun hamba tak sanggup, bagaimana mungkin hamba hendak memberi makan orang miskin sebanyak itu?"

Rasulullah tersenyum.

"Kalau begitu, duduklah sebentar."

Pria itu mengubah posisinya dari berdiri menuju duduk. Rasulullah lantas menyuruh salah satu sahabatnya untuk mengambilkan berkarung bahan makanan milik beliau sambil berujar pada si pria, "Ambillah ini, dan bagikanlah pada orang-orang miskin!"

Pria itu menoleh ke kiri-kanan, lalu mengungkapkan argumennya untuk yang kesekian kalinya, dengan suara lirih, "Wahai Rasul, manusia terbaik yang sungguh dermawan, jikalau sudi, silakan tengok di seantero Madinah yang terapit dua bukit ini, tidak akan tuan temukan satu pun orang yang lebih miskin dari diriku. Apa yang tuan hadiahkan padaku ini, bolehkah aku gunakan untuk memberi makan keluargaku?"

Alih-alih menghardik ataupun marah, Rasulullah malah tersenyum hingga beberapa gigi beliau yang indah berkilau terlihat, sambil berkata: "Baik, ambillah ini dan berikan untuk makan keluargamu."

Kisah ini termuat dalam kitab hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Imam Nasai. Para ahli fikih merumuskan hukum bahwa jika seseorang berhubungan suami istri di siang hari bulan ramadan, maka pelaku akan dikenakan sanksi melakukan salah satu dari tiga alternatif berurutan, yakni:

1). Membebaskan budak, atau jika tidak mampu

2). Melakukan puasa di luar Ramadan selama dua bulan berturut-turut tanpa henti. Atau jika masih tidak mampu,

3). Memberi makan sebanyak 60 orang miskin.

Salah satu alternatif tersebut mesti dilakukan jika yang bersangkutan ingin terbebas dari beban dosa akibat perbuatannya. Hal menarik yang ingin penulis ulas lebih lanjut adalah bagaimana jika si pria di atas menghadap ke kita?

Bisa jadi kita akan marah, menganggap dia telah berdosa dan ingin terbebas dari dosa, sekaligus ingin mendapatkan keuntungan dari penebusan dosanya sehingga dia lantas bisa memberi makan keluarganya. Itu bisa jadi adalah gambaran sikap kita, yang terkadang oportunis.

Hikmah yang bisa kita petik dari kisah ini, bagaimana kita meneladani kearifan kanjeng Rasul dalam menyikapi sebuah masalah keagamaan. Begitu bijak dan tak menyalahkan orang, penuh keramahan. Tentu ini bisa dijadikan contoh, terlebih oleh mereka yang mengaku paling Islami, padahal sikap dan perilakunya jauh dari teladan Nabi.

Kholid Saerozi, Koordinator Kajian dan Penelitian di Pusat Studi dan Pengembangan Pesantren (PSPP).
Read more

Kisah Rasulullah tentang Lailatul Qadar

webdidiksugiarto.blogspot.com Umat Islam meyakini bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Malam ganjil yang diyakini datang di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan ini merupakan waktu yang diharapkan oleh seluruh umat Islam. Melakukan amal kebaikan pada malam itu, seolah-olah kita telah melakukan ibadah yang nilainya setara dengan 1.000 bulan atau 83 tahun.

Keinginan untuk mendapatkan hikmah dan berkah Lailatul Qadar ini bukanlah sesuatu yang tidak beralasan. Rasulullah SAW menyeru kepada umatnya untuk menyongsong malam seribu bulan ini. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, "Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya." (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).

Malam yang istimewa itu masih merupakan tanda tanya, dan tidak diketahui secara pasti kapan datangnya. Namun, menjelang akhir Ramadan, Rasulullah SAW biasanya lebih fokus beribadah, terutama sepuluh malam terakhir. Sebagaimana disebutkan 'Aisyah:

"Nabi Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadan memilih fokus beribadah, mengisi malamnya dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah." (HR Al-Bukhari).

Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Rasulullah SAW sedang duduk i'tikaf semalam suntuk pada hari-hari terakhir bulan suci Ramadan. Para sahabat pun tidak sedikit yang mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah.

Ketika Rasulullah berdiri salat, para sahabat juga menunaikan salat. Ketika beliau menengadahkan tangannya untuk berdoa, para sahabat pun serempak mengamininya. Saat itu langit mendung tidak berbintang. Angin pun meniup tubuh-tubuh yang memenuhi masjid. Dalam riwayat tersebut malam itu adalah malam ke-27 bulan Ramadan.

Saat Rasulullah SAW dan para sahabat sujud, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Masjid yang tidak beratap itu menjadi tergenang air hujan. Salah seorang sahabat ada yang ingin membatalkan salatnya, ia bermaksud ingin berteduh dan lari dari shaf, namun niat itu dia urungkan karena Rasulullah dan sahabat lainnya tetap sujud dengan khusuk.

Air hujan pun semakin menggenangi masjid dan membasahi seluruh tubuh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang berada di dalam masjid. Namun Rasulullah dan para sahabat tetap sujud dan tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Beliau pun basah kuyup dalam sujud.

Seolah-olah beliau sedang asyik masuk ke dalam suatu alam yang melupakan segala-galanya. Beliau sedang masuk ke suatu alam keindahan. Beliau sedang diliputi oleh cahaya Ilahi. Beliau takut keindahan yang beliau saksikan ini akan hilang jika beliau bergerak dari sujudnya.

Beliau seolah takut cahaya yang dilihatnya akan hilang jika mengangkat kapalanya. Beliau terpaku lama sekali dalam sujudnya. Sementara, beberapa sahabat ada yang tidak kuat menggigil kedinginan. Ketika Rasulullah SAW mengangkat kepala dan mengakhiri salatnya, hujan pun berhenti seketika.

Anas bin Malik, sahabat Rasulullah SAW bangun dari tempat duduknya dan berlari ingin mengambil pakaian kering untuk Rasulullah SAW. Namun beliau pun mencegahnya dan berkata, "Wahai Anas bin Malik, janganlah engkau mengambilkan sesuatu untukku, biarkanlah kita sama-sama basah, nanti juga pakaian kita akan kering dengan sendirinya."

Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ini menunjukkan betapa banyak hikmah dan rahasia di balik malam seribu bulan. Semoga malam yang tersisa di bulan Ramadan ini mampu kita manfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Zunus Muhammad, dari NU Online (h/t Islami.co )
Read more