Selasa, 28 Juni 2016

Percakapan Rasulullah S.A.W dengan pasangan yang bercinta saat Ramadan

webdidiksugiarto.blogspot.com Syahdan, menghadaplah seorang pria muslim di hadapan Rasulullah. Sambil bersimpuh dia berkata, "Celakalah diriku, wahai Rasulullah."

"Apa yang menyebabkan dirimu celaka?" tanya Rasulullah.

Sambil tergopoh-gopoh, si pria lalu berkata, "Aku telah berhubungan dengan istriku di siang hari, di bulan Ramadan."

Rasulullah menatap pria itu, lalu bertanya, "Apakah engkau mampu membebaskan seorang budak?"

Pria itu pun menjawab, "Jangankan membebaskan seorang budak wahai Rasul, sedangkan diriku sendiri saja tak jadi budak pun itu sudah sungguh beruntung."

Rasulullah berdiam sejenak, "Bagaimana jika engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Mampukah engkau melakukannya?"

Pria itu diam sejenak.

"Wahai Rasul, tidakkah engkau lihat badan hamba sudah kurus kering begini? Bagaimana mungkin badan hamba yang renta ini mampu melakukan puasa selama itu dan bahkan diharuskan berturut-turut pula?"

"Kalau begitu berilah makan sebanyak 60 orang miskin. Engkau sanggup bukan?"

"Wahai Rasul sang penyejuk dunia, bahkan untuk memberi makan diriku sendiri dan keluargaku pun hamba tak sanggup, bagaimana mungkin hamba hendak memberi makan orang miskin sebanyak itu?"

Rasulullah tersenyum.

"Kalau begitu, duduklah sebentar."

Pria itu mengubah posisinya dari berdiri menuju duduk. Rasulullah lantas menyuruh salah satu sahabatnya untuk mengambilkan berkarung bahan makanan milik beliau sambil berujar pada si pria, "Ambillah ini, dan bagikanlah pada orang-orang miskin!"

Pria itu menoleh ke kiri-kanan, lalu mengungkapkan argumennya untuk yang kesekian kalinya, dengan suara lirih, "Wahai Rasul, manusia terbaik yang sungguh dermawan, jikalau sudi, silakan tengok di seantero Madinah yang terapit dua bukit ini, tidak akan tuan temukan satu pun orang yang lebih miskin dari diriku. Apa yang tuan hadiahkan padaku ini, bolehkah aku gunakan untuk memberi makan keluargaku?"

Alih-alih menghardik ataupun marah, Rasulullah malah tersenyum hingga beberapa gigi beliau yang indah berkilau terlihat, sambil berkata: "Baik, ambillah ini dan berikan untuk makan keluargamu."

Kisah ini termuat dalam kitab hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Imam Nasai. Para ahli fikih merumuskan hukum bahwa jika seseorang berhubungan suami istri di siang hari bulan ramadan, maka pelaku akan dikenakan sanksi melakukan salah satu dari tiga alternatif berurutan, yakni:

1). Membebaskan budak, atau jika tidak mampu

2). Melakukan puasa di luar Ramadan selama dua bulan berturut-turut tanpa henti. Atau jika masih tidak mampu,

3). Memberi makan sebanyak 60 orang miskin.

Salah satu alternatif tersebut mesti dilakukan jika yang bersangkutan ingin terbebas dari beban dosa akibat perbuatannya. Hal menarik yang ingin penulis ulas lebih lanjut adalah bagaimana jika si pria di atas menghadap ke kita?

Bisa jadi kita akan marah, menganggap dia telah berdosa dan ingin terbebas dari dosa, sekaligus ingin mendapatkan keuntungan dari penebusan dosanya sehingga dia lantas bisa memberi makan keluarganya. Itu bisa jadi adalah gambaran sikap kita, yang terkadang oportunis.

Hikmah yang bisa kita petik dari kisah ini, bagaimana kita meneladani kearifan kanjeng Rasul dalam menyikapi sebuah masalah keagamaan. Begitu bijak dan tak menyalahkan orang, penuh keramahan. Tentu ini bisa dijadikan contoh, terlebih oleh mereka yang mengaku paling Islami, padahal sikap dan perilakunya jauh dari teladan Nabi.

Kholid Saerozi, Koordinator Kajian dan Penelitian di Pusat Studi dan Pengembangan Pesantren (PSPP).
Load disqus comments
Comments
0 Comments

0 komentar